BISNIS - Ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Rosan Roeslani meminta semua pihak merespons pembahasan RUU Sapu Jagad atau Omnibus Law secara objektif.
Menurutnya, RUU tersebut tidak berupaya hanya menguntungkan satu pihak, yaitu pengusaha dan merugikan kalangan pekerja atau buruh.
"Jangan dibenturkan ini [Omnibus Law] untuk kepentingan pengusaha atau buruh. Ini kan untuk kepentingan bersama, karena keduanya saling membutuhkan," katanya seusai acara Omnibus Law: Terobosan Pemerintah bagi Pertumbuhan Ekonomi yang digelar Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Kamis (5/3/2020).
Tiga pilar, yaitu pengusaha, pemerintah, dan perwakilan buruh, sudah beberapa bertemu untuk mencari solusi terbaik atas konten RUU Omnibus Law. Rosan menilai diskusi tersebut dapat dilanjutkan saat pembahasan RUU Omnibus Law di Komisi XI DPR RI.
Selain itu, dia juga mengatakan RUU Sapu Jagad sebenarnya tidak hanya menyuarakan suara pengusaha dan pekerja. Justru, Omnibus Law berupaya memasukkan warga negara Indonesia yang sampai ini belum memiliki pekerjaan atau menganggur. Jumlah pengangguran total di Indonesia saat ini mencapai 7 juta orang.
Namun, Rosan mengatakan jumlah pengangguran terbuka saat ini lebih banyak dari pengangguran total. "Ada yang kadang menganggur, kadang tidak. Mereka ini pengangguran separuh waktu jumlahnya bisa mencapai 43 juta orang. [Kalangan] ini kan tidak ada yang mewakili. Apa yang bisa kita lakukan? Ya, membuka lapangan kerja baru," imbuhnya.
Dia mengaku draf RUU Omnibus Law sebenarnya tidak hanya ditolak kalangan buruh, tetapi pengusaha. Hal itu terjadi saat pemerintah membuka daftar negatif investasi (DNI) dari 515 hanya menjadi 6.
Menurutnya, pengusaha dari berbagai sektor menolak usulan tersebut. Pasalnya, pelaku usaha takut bisnis sekarang dijalankan dihantam oleh pengusaha asing.
"Teman-teman asosiasi keberatan soal DNI. Namun, kami terangkan dengan komunikasi duduk bersama, pemahaman mereka mulai muncul. Kami berharap hal ini terjadi juga dalam pembahasan Omnibus Law," jelasnya.
0 komentar:
Posting Komentar